Friday, 7 October 2016

MEMBAHAS KESIAPAN PEMILUKADA NTB (2013)

Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur akan digelar 13 Mei 2013 mendatang, bersamaan dengan Pemilihan Bupati/Wakil Bupati Lombok Timur dan Wali Kota/Wakil Wali Kota Bima. Bagaimana kesiapan semua pihak penyelenggaraan Pemilukada?
SALAH satu diskusi yang berkembang di kalangan politisi sejak lama adalah soal mekanisme pemilihan kepala daerah dalam hal ini Gubernur yang akan digelar, yakni apakah akan tetap dipilih secara langsung atau dipilih oleh anggota DPRD NTB.


Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi NTB Lalu Aksar Anshori menegaskan bahwa, pemilihan Gubernur akan tetap dilakukan secara langsung seperti halnya Pemilukada 2008 lalu. Dan sudah tidak ada kemungkinan lagi, mekanisme pemilihan akan berubah ditengah jalan, sebab tahapan Pemilukada sudah dimulai sejak pekan lalu. Tahapan Pemilukada akan diteruskan hingga terpilih kepala daerah baru, meskipun sudah lahir Undang-Undang baru. ‘’Tidak ada kemungkinan lagi mundur. Ini sudah diatur dalam aturan peralihan yang ditetapkan,’’ jelas Aksar saat diskusi #forumwiken dengan tema “Kesiapan Pemilukada di NTB”, di kantor P2HPSD Universitas Mataran akhir pekan lalu.
Dalam peraturan KPU dijelaskan, masa tahapan Pemilukada 180 hari, yang terbagi dalam berbagai tahapan. Dimulai dari pembentukan Panitia Pemilu Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS). Proses pencalonan akan dimulai sejak 4 Desember dengan penyerahan dukungan dari calon perseorangan. Kemudian akan diverifikasi factual mengenai dukungan berupa fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang diserahkan pasangan calon. Jumlah dukungan yang harus dikumpulkan pasangan calon perorangan 271 ribu lebih atau lima persen dari total jumlah penduduk. ‘’Kami siap menunggu pasangan perorangan seperti Ranggalawe yang sudah deklarasi, kami siap verifikasi,’’ jelasnya.
Sedangkan, pendaftaran pasangan dari parpol, gabungan parpol maupun perseorangan akan dilakukan 5-11 Februari. Dan tahapan selanjutnya yang akan dilakukan adalah tahapan pemutakhiran data pemilih yang sudah diproses sejak penerimaan daftar penduduk potensial pemilih (DP4) yang diterima dari Pemprov NTB, Oktober lalu.
Dari sisi kesiapan anggaran, KPU memperkirakan, jumlah anggaran yang akan digunakan menggelar pesta demokrasi ini untuk dua kali putaran, sekitar 160 Miliar. Namun, setelah dilakukan berbagai rasionalisasi, serta sharing anggaran dengan Kota Bima dan Lombok Timur yang juga akan menggelar pemilihan kepala daerah, maka Pemprov diasumsikan harus menyiapkan Rp 130 Miliar.
Aksor mengakui, biaya pemilukada kali ini cukup besar, hampir dua kali lipat dari Pilgub sebelumnya yang hanya Rp 68 Miliar untuk dua putaran. Dan dalam prakteknya, anggaran yang tidak terpakai Rp 16 Miliar karena digelar satu kali putaran dan berbagai upaya penghematan lainnya.
Sebagian besar biaya Pemilukada ini digunakan untuk keperluan badan penyelenggara dan kebutuhan logistik. Jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang akan didirikan 9427 ini dengan jumlah pemilih rata-rata 500 orang. Setiap TPS ada sembilan petugas yang terdiri dari KPPS dan Linmas. Honor Ketua KPPS 300 ribu, sedangkan anggota KPPS dan Linmas Rp 250 ribu. Termasuk juga biaya untuk pemutakhiran data pemilih pada 9427 TPS yang dengan biaya Rp 200 ribu per selama dua bulan. Demikian juga honor untuk 116 PPK sebesar Rp 1 juta per bulan untuk ketua, demikian juga untuk anggota dan sekretaris yang selisihnya hanya ratusan ribu.
Jumlah PPS juga membengkak hingga 1.135 unit seiring dengan pemekaran desa yang dilakukan Pemda Kabupaten/Kota, seperti Lombok Timur yang jumlah desa dua kali lipat dari Pilgub sebelumnya, sehingga total desa saat ini 254 desa. ‘’Logistik dan biaya penyelenggaraan ini paling besar, hampir 80 persen dari biaya yang ada,’’ jelasnya.
Untuk biaya logistik, beberapa komponen yang menghabiskan dana besar diantaranya kertas suara, formulir perhitungan suara, serta daftar pemilih tetap yang harus disebar ke seluruh TPS, termasuk biaya distribusi.
Sedangkan untuk kotak suara dan bilik coblos tidak diadakan, tetapi menggunakan loistik yang sudah ada, tetapi beberapa keperluan seperti gembok, segel, mur, dan tinta harus diadakan. Termasuk biaya-biaya bimbingan teknis kepada seluruh petugas penyelenggara. ‘’Kalau ditanya kesiapan KPU, kami sangat siap,’’ tegas mantan Ketua GP Ansor NTB ini.

Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2013 sedang dibahas di gedung DPRD NTB. Tahap yang sedang dilakukan adalah pembahasan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (PPAS) tahun anggaran 2013 antara Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Badan Anggaran (Banggar) DPRD NTB. Rencananya, penetapan APBD 2013 akan dilakukan pertengan Desember.


Banyak Fenomena Aneh, Antisipasi Penundaan PemilukadaPerang baliho pasangan calon, maupun perang dukungan di media massa masih belum mewarnai Pemilukada NTB yang tahapannya sudah dilaunching KPU NTB. Kondisi ini menjadi salah satu fenomena tersendiri jelang pesta demokrasi lima tahunan di NTB.
TERHITUNG 180 hari tahapan Pemilukada Gubernur NTB, hiruk pikuk politik belum menunjukkan tanda-tanda yang signifikan. Belum ada satupun paket pasangan calon yang sudah mendeklarasikan diri dari unsur partai politik, hanya pasangan Lalu Ranggalawe-HA Muchlis yang akan maju melalui jalur perseorangan yang sudah mengumumkan diri ke publik.
Kondisi ini berbeda dibandingkan Pemilukada sebelumnya, jauh hari sebelum tahapan Pemilukada di-launching, paket pasangan calon sudah deklarasi, bahkan sudah mulai melakukan safara politik dengan pasangan masing-masing.

Pengamat politik IAIN Mataram Dr Kadri menyebut ada berbagai fenomena aneh yang terjadi jelang Pemilukada NTB, termasuk soal belum adanya paket pasangan calon dari parpol yang sudah mendeklarasikan diri serta parpol yang berkoalisi. Parpol baru sebatas mendeklarasikan calon Gubernur maupun Wakil Gubernur.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang biasanya menjadi salah satu parpol kerap melakukan maneuver cerdas juga terlihat gamang. Ketua DPW PKS NTB Suryadi Jaya Purnama yang dideklarasikan sebagai Calon Gubernur, tetapi masih membuka opsi untuk menjadi kandidat Calon Wakil Gubernur, sehingga melakukan deklarasi Cagub dengan catatan. ‘’Kalau ada yang lamar menjadi Wagub, PKS akan usung Cawagub, bukan Cagub. Ini aneh juga,’’ tandasnya.
Partai Golkar yang tercatat sebagai satu-satunya parpol memenuhi syarat untuk mengusung calon tanpa perlu berkoalisi, yakni dengan 10 kursi di legislative juga menunjukkan sikap-sikap yang dianggap aneh oleh Kadri. Partai berlambang pohon beringin ini dianggap masih belum jelas arah dukungan, apakah akan mengusung Cagub, Cawagub atau mengusung paket Cagub/Cawagub tanpa berkoalisi. ‘’Kondisi ini tidak bisa tidak, publik akan menarik garis linear. Ada pesan mengenai kegalauan pimpinan Golkar di NTB. Kader Golkar juga terlihat tidak percaya diri dengan sikap pemimpin mereka yang belum jelas,’’ terangnya. ‘’Ormas Yatofa yang bukan parpol justru lebih dahulu deklarasi dibandingkan Golkar,‘’ tambahnya.
Ada juga figur yang hanya ingin menjadi orang kedua, lanjut Kadri, seperti Ali Achmad, dan secara jelas dikampanyekan melalui media massa maupun baliho-baliho yang dipasang di banyak titik. Dikatakan, ada dua kemungkinan, yakni sudah mengukur diri, sehingga belum siap menjadi Gubernur. Kedua, ada “orang kuat” yang dilirik banyak orang dan berharap untuk dilamar.
Bagi Kadri, berbagai fenomena politik aneh ini, justru mengaburkan peta rivalitas antar figur maupun parpol. Idealnya, untuk memberikan pendidikan politik pada masyarakat, parpol seharusnya sejak awal harus memberikan pilihan kepada public dengan memperkenalkan kandidat pasangan calon. Sehingga, ada ruang yang lebih luas dan waktu panjang untuk melakukan koreksi maupun pertimbangan, sebelum memberikan pilihan.
Minimnya rivalitas ini kemudian bermuara pada adanya fakta, adanya asumsi publik mengenai keberadaan figur yang memiliki elektabilitas tinggi, yakni figur petahan, Tuan Guru Bajang Dr TGH M Zainul Majdi. Salah satu pertimbangannya, pada Pilgub 2008, disaat TGB menantang HL Serinata yang notabene merupakan petahana, justru mampu dikalahkan dalam satu putaran. Apalagi saat ini, TGB berstatus sebagai petahana, sehingga diasumsikan akan menang besar. ‘’Ini yang buat kegairahan politik minim. Apalagi kandidat yang ditawarkan juga tidak memiliki daya tarik lebih dibandingkan figur petahana,’’ bebernya.
Menurut Kadri, berbagai keanehan politik ini, disertai dengan gairah politik yang rendah, membuat kesiapan KPU NTB menjadi tidak bermakna. Khususnya jika diukur dari tingkat partisipasi parpol maupun masyarakat yang belum menunjukkan hal ideal. Kondisi ini menimbulkan pesimisme, Pemilukada Gubernur NTB 2013 akan menampilkan kontestasi tertinggi di level provinsi yang ideal. ‘’Sampai hari ini belum ada yang jelas. Ketidakjelasan kandiat ini akan pengaruhi partisipasi masyarakat dalam Pemilukada,’’ ungkapnya.
Disisi lain, kata Kadri, akan ada peluang bagi pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan dengan menunda Pemilukada. Di beberapa daerah pernah terjadi kasus serupa, ketika hanya ada satu kandidat yang muncul. Kejadian ini bisa saja terjadi, dengan harapan, akan ada paket UU Politik yang baru. Kondisi ini, tentu akan menciderai hak politik rakyat untuk menentukan pemimpin. Serta hanya akan menghamburkan anggaran daerah tanpa hasil. ‘’Semua pihak harus memiliki siasat, jangan sampai permainan kotor untuk mengagalkan Pemilukada ini sukses dilakukan pihak-pihak tertentu,’’ pungkasnya.

Disisi lain, kondisi politik yang masih adem ayem ini, berdampak pada bisnis percetakan dan advertising. Biasanya, setiap jelang momentum politik akan menjadi momentum yang sangat menguntungkan bagi perusahaan percetakan dan advertising. Namun hingga saat ini, pesanan bahan publikasi para calon masih dalam tahap wajar, belum ada peningkatan signifikan, bahkan tidak sedikit perusahaan yang sepi order.
‘’Ada teman saya, sudah siap-siap dengan membeli mesin besar. Tapi sekarang bertanya sendiri, kok belum ada yang mencetak bahan publikasi,’’ tutur Shafwan, penggiat sosial asal Kota Mataram yang ikut dalam diskusi #forumwiken ini.







Zaini Arony Dianggap Layak Tantang TGBSuasana politik yang beda dibandingkan Pemilukada Gubernur 2008 dengan Pemilukada Gubernur 2013 juga terkait dengan tokoh-tokoh yang bertarung. Hampir semua tokoh pada Pilgub 2008 memiliki “nilai jual” yang cukup dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Berbeda dengan Pemilukada saat ini yang relative lebih miskin kandidat yang muncul.
SEKRETARIS P2PHSD Universitas Mataram Lalu Saipuddien mengakui, kandidat petahana masih memiliki kualitas yang lebih dibandingkan kandidat lainnya. Sehingga kandidat lain berfikir ulang untuk maju sebagai penantang. Namun, sebagai politisi dengan mesin politik yang ada, tokoh-tokoh politik di NTB seharusnya lebih berani tampil. Seperti Partai Golkar yang merupakan satu-satunya partai yang layak mengusung calon tanpa berkoalisi. ‘’Saya rasa, Bapak Doktor Zaini Arony layak untuk menjadi penatang TGB. Kesmepatan ini tidak boleh disia-siakan untuk segera mendeklarasikan diri sebagai kandidat calon gubernur,’’ jelas pengamat kebijakan publik ini.
Rentang waktu jelang pencoblosan sudah tidak jauh lagi, namun belum ada calon yang secara jantan dan berani muncul sebagai kandidat paket pemimpin. Sehingga, apa yang menjadi sikap Lalu Ranggalawe dengan HA Muchlis yang telah mendeklarasikan diri sebagai kandidat Cagub/Cawagub harus diapresiasi, setidaknya dari keberanian mencalonkan diri. ‘’Seharusnya parpol lebih berani lagi, ini silent semua. Jangan sampai berhitung dengan jari dengan pilihan, maju atau tidak maju. Nanti ujung-ujungnya tidak maju,’’ terangnya.
Lain lagi dengan pandangan Akademisi Unram Dr Lalu Wira Pria Suhartana terkait antusiasme dalam Pemilukada kali ini yang dianggap kurang agresif. Diindikasikan, kurangnya sambutan yang antusasi dari public ini juga terkait dengan comparative advantage dari kandidat penantang petahana yang muncul dianggap tidak begitu menonjol. Seperti KH Zulkifli Muhadli yang juga Bupati Sumbawa Barat, Ketua DPW PKS NTB Suryadi Jaya Purnama, maupun Lalu Ranggalawe. Ketika dibandingkan dengan petahana, dari sisi personal maupun prestasi, tidak ada yang dianggap menonjol. Secara leadership, kompetensi, akseptabilitas, dan kapabilitas dari kandidat penantang belum dilihat, visi misi dari penantang juga belum ada yang menunjukkan ke publi, sehingga masyarakat sanksi untuk memilih kandidat penantang petahana. ‘’Kiyai Zul misalnya, kalau dari track recordnya sebagai Bupati Sumbawa Barat, hasilnya datar-datar saja. Begitu juga dengan Zaini Arony. Apalagi suryadi yang belum dilihat prestasinya,’’ tegas Wira.
Tokoh muda Lombok Utara Dedy Mujaddid berharap, pemilihan Gubernur NTB merupakan hal penting secara nasional, seperti halnya pemilihan Gubernur Bank Indonesia, Gubernur Lemhanas, Gubernur PTIK maupun Gubernur Jakarta yang selalu menyedot perhatian publik.
Bagi Dedy, Pilgub DKI Jakarta yang baru saja berakhir telah menghasilkan Syndrome Jokowi Efek yang menjadi stimulant bagi daerah lain yang menggelar Pemilukada. Apa yang disaksikan di DKI dinilai sebagai best practice yang bisa ditiru di banyak daerah. ‘’Pilkada Gubernur NTB mesti ada peningkatan fase, bukan level pewacanaan saja. Bagaimana masyarakat merasa bagian dari pesta demokrasi yang ada, sehingga memberikan sisi edukatif yang positif,’’ jelas mantan aktifis mahasiswa ini.
Dedy juga memberikan pandangan mengenai kemunculan kandidat calon perseorangan, khususnya Lalu Ranggalawe. Yakni sosok Ranggalwe yang memperjuangkan jalur perseorangan 2008 lalu, tetapi belum sempat memetik hasilnya. Sehingga melalui momentum kali ini, diharapkan bisa menikmati apa yang diperjuangkan, setidaknya tercatat sebagai calon perseorangan. ‘’Selama ini kita tidak pernah berikan apresiasi, apa yang dilakukan menuntut jalur independen ini berhasil tercatat dalam lembaran Negara. Dan pasangan SMS di Lobar tercatat sebagai pasangan calon pertama yang maju dari jalur perseorangan,’’ pungkasnya.

Dorong Partisipasi Pemilih, KPU Tantang PTTingkat partisipasi pemilih menjadi salah satu tantangan bagi KPU NTB dalam pelaksanaan Pemilukada 2013. Pada Pemilukada 2008, tingkat partisipasi pemilih cukup tinggi, yakni diatas 80 persen di semua kabupaten/kota kecuali Kota Mataram.
PERSOALAN partisipasi pemilih yang minim ini juga menjadi salah satu kritik dalam pelaksanaan Pemilukada DKI Jakarta belum lama ini. Sehingga harus mendapatlan perhatian serius dari KPU NTB. ‘’Ini bentuk kegagalan negara mendorong publik untuk menggunakan hak pilihnya. Ini harus jadi catatan pemda dan penyelenggara,’’ jelas Kepala Perwakilan Ombudsmen Adhar Hakim saat mengikuti diskusi #forumwiken akhir pekan lalu.
Peran Negara melalui KPU dalam melakukan sosialisasi mendorong masyatakat menggunakan hak pilih harus dioptimalkan. Belajar dari Pemilukada DKI Jakarta, lanjut Adhar, sosialisasi Pemilukada lebih massive dilakukan kandidat yang bertarung, meskipun sosialisasi dilakukan sebagai upaya dan strategi politik. Sehingga apa yang terjadi di Jakarta tentu tidak boleh terulang di NTB. Pihak KPU harus membuat trobosan dalam menggenjot partisipasi pemilih, seperti dengan trobosan sosialisasi dan dengan bahan-bahan publikasi yang lebih dekat dengan masyarakat bawah, maupun dengan mengarahkap pada pemilih pemula.
DKI Jakarta yang merupakan barometer nasional, terbilang sukses menggelar Pemilukada damai, namun hal fundamental lain, sepert I tingkat partisipasi ini terlupakan. Bagaimana kebesaran hati para kandidat yang kalah dan menang patut dicontoh di NTB. ‘’Partisipasi pemilih diatas 80, tradisi itu harus mampu pertahankan. Mudahan bisa meningkat jadi 90 persen,’’ terangnya.

Atas kritik terhadap KPU NTB ini, Anggota KPU NTB Lalu Aksar Anshari menegaskan bahwa, KPU sudah memiliki sejumlah program yang sudah berjalan sejak lama, salah satunya untuk mendorong partisipasi pemilih pemula. KPU bermintra dengan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga NTB serta dengan Bupati/Wali Kota seluruh NTB.
‘’Update pemilih berbasis pemilih pemula ini juga dilakukan secara berkelanjutan. Sehingga data yang dihasilkan KPU juga tidak hanya untuk KPU sendiri, tetapi juga membantu data kependudukan,’’ bebernya.
Kata Aksar, KPU juga akan menyerahkan data penduduk yang belum memiliki Nomor Induk Kependudukan. Ini diperoleh dari pembaruan data yang dilakukan KPU.
Mengenai sosiaslisasi, proses mendorong partisipasi pemilih tidak hanya dilakukan melalui media massa, tetapi juga dilakukan penyelenggara hingga tingkat PPKPPS. Dan Pemda biasanya memiliki desk Pemilu untuk membantu KPY dan ada juga program yang dilakukan instansi terkait. ‘’Kami sebagai penyelenggara, sering diundang sebagai pemateri, makanya kami tahu adanya program yang dilakukan Pemda,’’ terang mantan Ketua GP Ansor NTB ini.
Aksar mengajak semua pihak untuk ikut serta mensukseskan Pemilukada 2013 ini. Banyak hal yang bisa diperankan, seperti adanya debat kandidat yang digelar di Kampus Universitas Indonesia saat Pemilukada DKI Jakarta. Ada juga yang digelr NGO. ‘’Kampus bisa gelar dan tidak alergi dengan diadakannya debat. Ini ajakan, sebab tidak semua bisa digarap KPU,’’ paparnya.

Sementara itu, pengamat politik IAIN MAtaram Dr Kadri menerangkan bahwa, peraturangan yang ada di NTB belum menunjukkan pada sisi-sisi yang bersifat subtantif. Seharusnya, apa yang dipertunjukkan dalam peratarungan antara Obama-Romney saat pemilihan Presiden Amerika Serikat bisa ditiru. Pertarungan yang digencarkan adalah adu program. ‘’Tetapi, kandidat yang sudah muncul, baru sebatas memunculkan diri, belum memberikan penjelasan mengenai program yang akan dilakukan,’’ tandasnya.(*)



No comments:

Post a Comment